Keprihatian
saya muncul terhadap kondisi berseliweran berita-berita yang ada di group WA
maupun line. Jujur saya, sudah tidak instal aplikasi media sosial seperti FB,
IG dan sejenisnya. Paling sesekali lihat di browser hanya untuk 10-20 menit.
Setelahnya, saya buru-buru cabut karena takut tenggelam dalam pasir hidup
informasi yang makin lama makin menghisap saya dalam keingintahuan yang
sia-sia.
Lalu, apa
hubungannya dengan keprihatinan saya? Saya beberapa kali membaca berita perihal
bencana alam, tertangkapnya koruptor dari tokoh agama tertentu sampai bencana
pesawat. Namun, yang mengherankan (atau mungkin tidak perlu heran) adalah
komentar-komentar sampingan ataupun argumentasi pendukung sisi tertentu. Oke,
karena saya orang Kristen maka saya langsung saja menilik dari sisi iman saya
sebagai orang Kristen. Saya menyebutnya sebagai iman cocoklogi, definisinya
iman yang berusaha dikuatkan dengan mencocokkan kejadian tertentu walaupun itu
tidak cocok/nyambung.
- Misalnya berita bencana alam di Palu, muncul segera mengenai gereja yang tidak runtuh walaupun terjadi gempa dan tsunami. Kemudian dikaitkan bahwa ini menunjukkan kebesaran Tuhan disertai bumbu cerita-cerita lainnya. Halo…. Sori saja ya, masjid di Aceh juga berdiri kuat walau kena tsunami jadi ini bukan masalah agama tertentu berarti dilindungi Tuhan ketika terjadi bencana. Yang namanya bencana alam ya semuanya merata kena, tidak peduli siapapun orangnya atau umatnya. Memang betul Tuhan dapat menggunakan bencana alam untuk menghukum manusia tetapi ingat itu dinyatakan dalam kitab suci masing-masing. Di luar itu maka adalah misteri ilahi (kata Ari Lasso). Dalam iman saya sebagai orang Kristen, kita tidak bertugas mencari tahu Tuhan akan menghukum siapa tetapi justru berbuat baik kepada siapa saja sebagai seorang yang sudah percaya kepada Kristus.
- Ketika mendengar tokoh agama tertentu ditangkap karena korupsi, apalagi dia merupakan pemuka dari suatu organisasi gereja tertentu maka dengan segera pihak-pihak yang merasa berseberangan menunjukkan kemenangannya. Dengan apa? Ya itu, merasa bahwa dia menganut teologi tertentu yang salah, menuding dia dengan berbagai julukan, puji hantu dan sebagainya. Please… tugas kita sebagai orang Kristen itu bukan menghakimi sesama. Menariknya, ketika dalam suatu komentar mengenai berita tersebut di FB seseorang, muncul komentar bagi yang merasa tidak berdosa silahkan mengambil batu untuk melempar terlebih dahulu. Saya sangat setuju sekali. Kita memang tidak menerima dosa yang dilakukan oleh seseorang tetapi tugas kita bukanlah menghakiminya. Apalagi jika kita tidak kenal siapa orang tersebut secara dekat. Lagipula Paulus mengingatkan bahwa kalaupun seseorang yang sudah diingatkan kesalahannya secara empat mata, kemudian disertai dua saksi juga tidak berhasil maka dia boleh DIKUCILKAN terlebih dahulu tetapi ingat bukan dihakimi atau digunjingkan atau sejenisnya.
Kondisi
iman seperti ini cukup miris sebenarnya, karena iman yang masih sangat
bergantung pada hal yang lahiriah untuk dapat bertumbuh. Iman yang cocoklogi
merupakan perwakilan kondisi iman yang hitam-putih di mana Allah hanya dilihat
menang pada situasi umat secara fisik diberikan kemakmuran, prestise, oposisi
terkalahkan dan sejenisnya. Padahal Alkitab menunjukkan betapa banyaknya
tokoh-tokoh iman yang justru kebanyakan kalah dalam perjalanan hidupnya.
Abraham yang tidak mengakui Sarai sebagai istrinya, Musa yang marah dan tidak
dapat masuk Kanaan, Samson yang diurapi tapi seorang playboy yang mati di
hadapan musuhnya, Saul yang menjadi raja pertama Israel juga mati dalam
berbagai kegagalan, Daud yang berzinah dan melakukan konspirasi terhadap Uria. Kemudian
jangan lupa ada Petrus yang menyangkal Yesus, Thomas yang tidak percaya,
Stefanus mati dirajam ketika mempertahankan imannya, para martir yang mati pada
jaman kekaisaran Romawi termasuk Paulus bahkan Yesus juga dipandang kalah
karena mati disalibkan. Mungkin banyak yang tidak setuju karena mengatakan
Alkitab menunjukkan mereka berhasil memenangkan garis akhir dan Kristus bangkit
dari maut. Ya, Alkitab menunjukkannya kepada kita, dan itu adalah anugerah
Allah supaya kita jangan hitam-putih dalam melihat kehidupan iman kita.
Bagaimana sekarang jika gereja yang berdiri tersebut pada kenyataannya dalam 50
tahun mendatang berganti dengan bangunan lainnya karena jemaatnya tidak ada?
Masih kita berani klaim bahwa Tuhan menang dengan iman cocoklogi? Bagaimana
jika ternyata orang yang ditangkap itu ternyata menunjukkan pertobatannya (jika
memang dia bersalah) dan menjadi martir untuk menyebarkan injil sedangkan kita
masih sibuk sebar hoaks dan sebagainya? Masih beranikah kita mengatakan dia
lebih buruk dari kita berdasarkan iman cocoklogi?
Kalau kata
Cak Lontong, mikir….
Salam.
0 Komentar